Bab 4 Anatomi Sistem Saraf
Sumsum Tulang Belakang
Sumsun tulang
belakang (spinal cord) merupakan
bagian dari system saraf pusat yang dapat ditemukan pada rongga tulang
belakang. Sumsum tulang belakang berkomunikasi dengan panca indera yang
letaknya dari leher ke bawah. Struktur tulang belakang beruas-ruas, dimana pada
tiap sisi ruas terdapat saraf motoric dan saraf sensorik.
Badan-badan sel
neuron sensorik berada dalam suatu kelompok diluar sumsum tulang belakang dan
disebut dengan ganglia akar dorsal (dorsal root ganglia). Terdapat banyak
neuron pada sumsum tulang belakang yang memiliki akson memanjang dari substansi
kelabu menuju otak atau menuju bagian sumsum tulang belakang lain melalui
substansi putih.
Sistem Saraf Otonom
Sistem saraf
otonom terdiri dari neuron-neuron yang menerima dan mengirimkan informasi dari
dan ke jantunf, usus, dan organ-organ lain.
Sistem saraf otonom tersusun atas
dua bagian yaitu:
1. Sistem
saraf simpatetik (symphatetic nervous
system) merupakan sebuah jaringan saraf yang mempersiapkan organ tubuh
bagian dalam untuk aktivitas berat. Saraf ini merupakan saraf yang berpangkal
pada medula spinalis di daerah leher dan pinggang, sehingga disebut saraf
torakolimbar.
2. Sistem
saraf parasimpatetik (parasympathetic
nervous system) mempersiapkan organ untuk memberi respons vegetative yang
tidak mendesak. Saraf ini merupakan saraf yang berpangkal pada medula
oblongata. Fungsi dari saraf parasimpatetik berbeda dengan saraf simpatetik, yaitu
menghemat kerja organ tubuh.
Talamus
Talamus adalah sebuah struktur yang
berada di tengah otak bagian depan. Bentuknya menyerupai dua buah alpukat yang
dijadikan satu, satu buah berada di otak belahan kanan, dan satu lagi berada di
otak belahan kiri. Fungsi utama kelenjar ini adalah untuk menyampaikan sinyal
sensorik dan motorik yang berhubungan dengan kesadaran, tidur dan kewaspadaan
ke korteks otak.
Hipotalamus
Hipotalamus adalah
sebuah area kecil di dasar otak yang letaknya ventral terhadap thalamus. Kelenjar
ini memiliki jalur berhubungan yang tersebar luas di otak bagian depan dan
tengah. Hipotalamus bertanggung jawab untuk beberapa proses metabolik tertentu
dan aktivitas lain dalam sistem saraf otonomik serta mempersatukan dan
mensekresikan hormone saraf tertentu.
Ventrikel Serebrum
Dalam
venrikel serebrum, terdapat empat rongga berisi cairan yang ada di dalam otak
yang mengelilingi sebuah kanal. Setelah dewasa kanal tersebut menjadi kanal
sentral. Ventrikel serebrum dan kanal sentral mengandung cairan serebrospinal
(CSS), sebuah cairan bening yang serupa dengan plasma darah. Sebagian dari
cairan serebrospinal dan ventrikal akan mengalir ke kanal sentral sumsum tulang
belakang, dan sebagian besar cairan serebrospinal akan mengalir melalui ruang
antara otak dan lapisan meninges tipis. Meninges adalah membrane yang
menyelimuti otak dan sumsum tulang belakang. Biasanya terjadi gangguan pada
aliran cairan serebrospinal di mana cairan tersebut terakumulasi di ventrikel
serebrum sehingga tekanan terhadap otak meningkat.
LOBUS FRONTAL (OTAK DEPAN)
·
Yaitu
rumah bagi pemikiran kognitif kita yang dapat dicapai saat usia 25 tahun.
·
Terdiri
dari korteks motorik utama dan korteks prefrontal.
·
Fungsinya
adalah untuk penalaran, perencanaan, organisasi pikiran, perilaku, dorongan
seksual, emosi, pemecahan masalah, menilai, pengorganisasian bicara, dan
gerakan motorik.
LOBOTOMI PROSEDUR YANG KONTROVERSIAL
ü Lobotmi prefrontal yaitu pemutusan hubungan
korteks prefrontal dari otak melalui pembedahan.
ü Lobotomi merusak struktur yang sudah tidak
berfungsi dengan baik.
ü Efek lobotomi prefrontal:
-
Apatis
-
Hilangnya
ingatan untuk merencanakn sesuatu dan mengambil inisiatif
-
Gangguan
ingatan
-
Mudah
terganggu
-
Hilangnya
ekspresi emosional
Cara Pandang Modern terhadap Korteks Prefrontal
ü Korteks prefrontal penting untuk memori
jangka pendek.
ü Beberapa ilmuwan mengajukan hipotesis:
-
Korteks
ini berperan penting saat kita harus mengikuti dua peraturan atau lebih pada
saat yang sama
-
Mengatur perilaku
sesuai korteks
Bagaimana cara bagian-bagian otak bekerja sama?
Salah
satu hipotesis yang diajukan yaitu terjadinya ikatan memerlukan adanya
aktivitas berbagai area otak pada saat yang bersamaan.
Aktifitas Otak dan Kaitannya dengan Perilaku
Salah
satu cara yang digunakan untuk mempeplajari fungsi otak pada masa awal
sepertinya tampak mudah dilakukan. Sekitar tahun 1800-an, Franz Gall mengamati
beberapa orang dengan ingatan verbal di atas normal yang matanya agak menonjol.
Dia menyimpulkan bahwa memori verbal ditentukan oleh bagian otak yang terletak
di belakang mata, sehingga mata orang-orang tersebut terdorong ke depan. Gall
kemudian memeriksa tengkorak orang-orang yang memiliki bakat atau kepribadian
tertentu. Gall tidak dapat memeriksa otak orang-orang tersebut, maka dia
berasumsi bahwa tonjolan dan lekukan pada tengkorak berkaitan dengan area otak
yang ada dibawahnya. Proses mengaitkan antara anatomi tengkorak dan perilaku
dikenal dengan frenologi.
Frenologi memiliki beberapa
keklemahan, yaitu penggunaan data yang tidak valid. Pada beberapa kasus, mereka
hanya memeriksa satu orang yang memiliki perilaku aneh dan menggunakan data
tersebut untuk menentukan area otak yang mungkin berkaitan dengan perilaku
tersebut. Kelemahan lain yaitu, bentuk tengkorak tidak terlalu berkaitan dengan
anatomi otak. Tengkorak memiliki bagian yang tebal di beberapa tempat dan
ketebalan tengkorak tiap orang berbeda.
Merekam Aktivitas Otak
Sebuah alat yang disebut elektroensefalografi atau electroencephalograph
(EEG) dapat merekam aktivitas
listrik otak melalui elektroda yang dilekatkan ke kulit kepala, elektroda yang
digunakan jumlahnya berkisar dari hanya beberap hingga ratusan. Elelktroda yang
ditempel ke kulit kepala akan mengukur rerata aktivitas populasi sel yang ada
di bawah elektroda tersebut. Outputnya kemudian diamplifikasi dan direkam.
EEG dapat merekam aktivitas spontan
otak yang hasil rekamannya disebut potensial bangkitan atau aktivitas otak
karena merespons sebuah stimulus yang hasil rekamannya disebut respons
bangkitan (evoked responses).
Sebuah alat magnetoensefalograf (magnetoencephalograph/MEG) adalah
alat yang serupa dengan EEG. Hanya saja, alih-alih mengukur aktivitas otak,
alat tersebut mengukur magnet lemah yang dihasilkan oleh aktivitas otak.
Seperti pada hasil pengukuran EEG, hasil pengukuran MEG hanya dapat memberikan
perkiraan bagian otak yang aktif dalam jangkauan sekitar satu sentimeter.
Tetapi, MEG memiliki resolusi temporal yang sangat baik sehingga mampu
memperlihatkan perubahan per milisekon.
Metode lain yaitu tomografi emisi positron (positron-emissiontomography/PET),
menghasilkan citra beresolusi tinggi dari otak yang masih hidup dengan cara
mengukur emisi radioaktif dari zat kimia yang telah disuntikkan. Umumnya
pemindai PET menggunakan zat kimia dengan waktu luruh singkat yang dibuat dalam
sebuah alat yang disebut siklotron. Ukuran siklotron sangat besar dan harganya
juga mahal, sehingga pemindai PET hanya tersedia di rumah sakit riset. Lebih
lagi, PET mensyaratkan masuknya zat
radioaktif ke dalam otak, sehingga biasanya pengguna PET dibatasi dan
disubstitusui dengan MRI yang harganya lebih murah dan sejauh ini tidak
menimbulkan risiko kesehatan.
Pengaruh kerusakan otak
Para peneliti berusaha bagaimana
cara mengetahui kerusakan otak pada manusia , dan akhirnya cara mengetahuinya
dibagi menjadi 2:
a.
Lesi
Lesi terjadi
dikarenakan kerusakan pada satu area otak
b.
Ablasi
Penghilangan satu area otak
Selain 2 diatas, peneliti berusaha
menggunakan pendekatan penguguran gen, dengan cara menggunakan metode biokimia
untuk mutasi pada gen yang berperan akan tipe sel tertentu.
Pengaruh stimulasi otak
Jika pada kerusakan otak menganggu
perilaku maka stimulasi seharusnya dapat memperbaikinya. Para peneliti pun
berusaha alat yang dapat menterkaitkan
antara otak dan perilaku. Berikut berupa alat yang menghubungkan anatomi otak
dan perilaku
1.
Pindai
tomografi computer
Memetakan
area otak dengan sinar X
2.
Pencitraan
resonansi magnetic
Memetakan
area otak secara mendetail menggunakan medan magnet
Perekaman
aktivitas otak selama perilaku berlangsung
a.
Perekaman
dengan elektroda didalam otak
Percobaan
ini digunakan pada hewan dan jarang digunakan untuk manusia
b.
Elektroensefalograf
Alat
ini mampu merekam kulit kepala dengan kecepatan hingga milisekon namun resolusi
sinyal rendah
c.
Potensial
bangkitan
Alat
ini sama dengan EEG namun responnya untuk stimulus
d.
Magnetoensefalograf
Sama
dengan potensial bangkitan namun yang diukur medan magnet
e.
Tomografi
emisi positron
Alat
ini mengukur perubahan perilaku dari waktu ke waktu akan tetapi otak terpapar
zat radioaktif
f.
Pencitraan
resonansi magnetic fungsional
Mengukur
perubahan selama 1 sekon dan mengenali lokasi namun tidak mengunakan radiasi
Pemeriksaan
terhadap penderita stroke dll
1.
Lesi
Pengrusakan
yang terkontrol pada hewan percobaan
2.
Ablasi
Penghilangan
area otak tertentu
3.
Penguguran
gen
Pengaruh
ini akan muncul jikalau gen teraktivasi pada sebuah reseptor
4.
Stimulasi
magnet transcranial
Penggunaan
medan magnet kuat mengaktifkan area otak sementara
Pemeriksaan
efek stimulasi area otak
a.
Elektroda
penstimulasi
b.
Stimulasi
magnet transcranial
Otak dan Kecerdasan
Para peneliti beberapa waktu ini
melakukan perbandingan, apakah ukuran otak dapat mempengaruhi kecerdasan
seseorang?.
Peneliti
berusaha mencari tau dan apakah benar ukuran dapat mempengaruhi dan memberikan
efek yang sangat signifikan. Peneliti akhirnya membandingkan otak manusia biasa
dengan otak Einstein dan dapat disimpulkan yang menjadi perbedaan adalah otak
pada Einstein lebih memiliki banyak glia daripada neuron dan korteks parietal
otak Einstein mengalami pelebaran. Namun bila kita melihat, hal tersebut hanya
menjadi sebuah hipotesis. Dan hingga kini para peneliti masih terus mengali apa
yang ada didalam pusat control kehidupan manusia ini.
Otak
pada setiap spesies ataupun manusia yang membedakan hanyalah
kuantitatifnya. Semua otak sama-sama
memiliki bagian-bagian konteks visual dan auditori yang berada ditempat yang
sama. Selain itu, proposisi ukuran terkadang juga menjadi salah satu alasan.
Apakah manusia menjadi makhluk yang paling cerdas atau tidak.
Perbandingan Antarmanusia
Bertahun-tahun
telah dilakukan studi tentang korelasi antara ukuran otak dan kecerdasan pada
manusia, dan nilai korelasinya belum jauh dari titik nol. Nilai korelasi yang
rendah dapat berarti bahwa kedua hal tersebut memang tidak memiliki korelasi
sama sekali atau salah satu variable tidak diukur dengan teliti. Pengukuran
kecerdasan menggunakan IQ memang tidak sempurna
dan pengukuran ukuran otakjuga tidak lebih baik, bahkan lebih buruk.
Ukuran tengkorak eksternal juga merupakan penentu ukuran otak yang buruk karena
ketebalan tengkorak tiap individu berbeda.
Saat
ini, pindai MRI dapat mengukur volume otak secara akurat pada individu yang
masih hidup dan sehat. Hampir semua studi (Schoenemann, Budinger, Sarich, dan
Wang, 2000) menemukan korelasi positif
antara IQ dan ukuran otak, nilainya berkisar di 0,3 (Willerman, Schultz,
Rutledge, dan Bigler, 1991). Dua studi pada anak kembar memperlihatkan bahwa
kembar monozigot memiliki kemiripan yang lebih tinggi daripada kembar dizigot
dalam hal ukuran otak dan nilai IQ.
Apakah ukuran otak dan kecerdasan
dipengaruhi oleh gen yang sama? Untuk menjawab pertanyaan ini, lagi-lagi
peneliti mempelajari anak kembar. Dan hasil tersebut memperlihatkan bahwa gen
yang memengaruhi IQ (Pennington et al.2000). Terdapat beberapa gen yang telah
berhasil diidentifikasi dan diketahui bahwa gen tersebut memengaruhi struktur
otak dan performa kecerdasan.
Dan sekarang kita menghadapi
pernyataan yang paling membingungkan, yaitu walaupun IQ dan ukuran otak
memperlihatkan korelasi positif pada pria dan wanita, pria cenderung memiliki
ukuran otak lebih besar daripada wanita, tetapi IQ pria dan wanita setara.
(Willerman et al. 1991). Sebagian besar penelitian yang telah dilakukan adalah
pencarian korelasi antara IQ dengan ukuran otak, bukan dengan rasio ukuran otak
dan tubuh. Apabila IQ hanya tergantung pada ukuran tubuh, maka seharusnya IQ
berubah ketika berat badan seseorang mengalami peningkatan atau penurunan, dan
tentunya hal tersebut tidak terjadi.
Hipotesis yang berbeda menyebutkan
bahwa IQ lebih berkorelasi kuat dengan subtansi kelabu(badan-badan sel dari
neuron) daripada dengan massa total otak (substansi putih juga termasuk
didalamnya). Hampir semua hal memiliki nilai setara, karena itulah ditarik
sebuah kesimpulan sementara bahwa jumlah substansi kelabu yang lebih banyak
diasosiasikan dengan performa lebih baik dalam uji kecerdasan. Di sisi lain,
sebenarnya seberapa pentingkah pertanyaan tentang ukuran otak dan kecerdasan ?
Hal tersebut sejak lama telah menjadi
perbincangan banyak orang, tetapi pertanyaan tersebut tidak memiliki nilai
penting dari segi teori ataupun aplikasi praktik. Berusaha menghubungkan antara
otak dan kecerdasan adalah seperti berusaha menghubungkan area geografis suatu
Negara dengan besarnya populasi Negara tersebut. Hal tersebut memang
menghasilkan korelasi positif, tetapi justru menutupi banyak variable lain yang
menarik.
Metode penelitian dan Keterbatasannya
Sejarah sains terkaang
mendeskripsikan pembahasan sebuah studi yang secara konklusif menetapkan sebuah
teori atau hal lainnya. Namun, peristiwa yang sering terjadi ialah peneliti
secara bertahap mengumpulkan bukti-bukti yang mengarah ke suatu pandang, hingga
akhirnya sudut pandang tersebut menjadi dominan. Bahkan ketika terdapat sebuah
penelitian yang kelihatannya telah mencapai sebuah kesimpulan, peneliti sering
kali menganggap bahwa kesimpulan tersebut hanya diterima pada saat itu, hingga
nanti terdapat beberapa penelitian lain yang mengonfirmasi penelitian tersebut.
Bahkan ketika dua penelitian
menggunakan metode yang sama, masih ada kemungkinan bahwa metode itu sendiri
yang memiliki cela. Oleh karena itu, jika memungkinkan, peneliti memilih untuk
membandingkan hasil dari metode-metode yang berbeda. Semakin banyak tipe bukti
yang mengarah ke satu kesimpulan, maka kepercayaan diri kita akan semakin
besar.
Komentar
Posting Komentar